Hukum Berhubungan Saat Haid Menurut Islam dan Hukumnya

hukum berhubungan saat haid

Dalam ajaran Islam, terdapat aturan-aturan yang mengatur kehidupan sehari-hari, termasuk hubungan suami istri. Hukum berhubungan saat haid adalah haram atau dilarang, ini merupakan ketentuan yang perlu dipahami oleh pasangan Muslim.

Larangan ini memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis, serta memiliki konsekuensi tertentu jika dilanggar. Memahami landasan hukum dan akibat dari pelanggaran ini penting untuk menjaga keharmonisan dan keberkahan dalam rumah tangga sesuai syariat Islam.

Hukum Berhubungan Saat Haid Menurut Islam

hukum berhubungan saat haid

Dalam Islam, hukum berhubungan saat menstruasi adalah haram. Al-Quran secara jelas melarang praktik ini karena kondisi haid dianggap sebagai keadaan tidak suci dan membawa potensi mudharat. Larangan ini didasarkan pada beberapa dalil utama dalam agama Islam.

Larangan itu juga tertulis dalam ayat Alquran:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Terjemahan: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Baca Juga :

Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa haid adalah adzan (kotoran atau penyakit) dan memerintahkan untuk menjauhi wanita saat haid. Kata “menjauhi” (fa’tazilu) dalam ayat ini ditafsirkan oleh mayoritas ulama sebagai larangan berhubungan intim.

Ketika seorang wanita mengalami haid, Al-Quran menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak bersih atau kotor. Oleh karena itu, laki-laki diperintahkan untuk menjauhi istri mereka selama masa haid.

Menjauhi ini berarti tidak melakukan hubungan intim hingga wanita tersebut benar-benar suci dari haid. Setelah wanita suci dan telah mandi wajib, barulah pasangan suami istri diperbolehkan untuk kembali berhubungan intim.

Ayat ini juga menekankan bahwa Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menjaga kesucian diri, termasuk dalam konteks mematuhi aturan terkait haid ini. Intinya, ayat ini mengatur batasan dalam hubungan suami istri selama masa haid demi menjaga kesucian dan kesehatan.

Selanjutnya, ada juga penggalan hadits yang membahas urusan hubungan suami istri saat wanita sedang datang bulan:

ثُمَّ بَيَّنَ جَلَّ جَلاَلُهُ فِي الْأيَةِ الْكَرِيْمَةِ أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ أَنْ يَأْتِيَ الزًّوْجُ زَوْجَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ. فَإِذَ انْقَطَعَ دَمُّ الْحَيْضِ وَاغْتَسَلَتْ جَازَ لَهُ أَنْ يَقْرَبَهَا مِنَ الْمَكَانِ الَّذِيْ أَمَرَهُ اللهُ تَعَالَى أَنْ يَأْتِيَهَا مِنْهُ

Artinya: “Kemudian Allah menjelaskan dalam ayat yang mulia ini bahwa suami tidak boleh menggauli istrinya dalam keadaan haid. Jika darah haidnya sudah terputus (suci) dan ia telah mandi maka boleh bagi suami untuk menggauli istrinya dengan cara yang Allah perintahkan.” (Abdurrahman bin Abdullah As-Saqqaf, Al-Ibanah wal Ifadah, [Surabaya, Al-Haramain: 2019], halaman 15).

Penggalan dari Kitab Al-Ibanah wal Ifadah ini menjelaskan lebih lanjut mengenai aturan hubungan suami istri setelah masa haid, merujuk pada ayat Al-Quran yang sebelumnya dibahas. Kitab ini menegaskan bahwa suami dilarang berhubungan badan dengan istrinya yang sedang haid.

Larangan ini baru berakhir apabila dua syarat terpenuhi.

  • Syarat pertama adalah terputusnya darah haid atau wanita tersebut sudah dinyatakan suci dari haid.
  • Syarat kedua adalah wanita tersebut telah melaksanakan mandi wajib atau ghusl untuk menghilangkan hadas besar akibat haid.

Setelah kedua syarat ini terpenuhi, barulah suami diperbolehkan untuk kembali berhubungan intim dengan istrinya, dan itu pun harus dilakukan dengan cara yang diperintahkan oleh Allah. Kitab ini juga menyebutkan dua kemungkinan kondisi seseorang melanggar larangan berhubungan saat haid.

  • Pelanggaran dilakukan dengan sengaja, tanpa paksaan, dan orang tersebut mengetahui bahwa perbuatan tersebut haram.
  • Pelanggaran terjadi tidak sengaja atau karena dipaksa, meskipun orang tersebut mengetahui keharamannya.

Kitab ini ingin menjelaskan bahwa dalam kondisi apapun, berhubungan intim saat haid tetap dilarang. Tidak ada perbedaan derajat kesalahan antara pelanggaran yang disengaja dan tidak disengaja.

Konsekuensi Berhubungan Badan Saat Haid dalam Islam

Dalam ajaran Islam, hukum berhubungan saat haid adalah haram dan perbuatan ini memiliki konsekuensi yang perlu dipahami. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak hanya berdampak pada aspek spiritual, tetapi juga memiliki dimensi hukum dan etika dalam agama.

Berikut beberapa konsekuensi yang dapat timbul akibat berhubungan badan saat haid dalam Islam:

  • Dosa dan Pelanggaran Agama

Melakukan hubungan intim saat haid dianggap sebagai perbuatan dosa karena melanggar larangan yang jelas dalam Al-Quran dan sunnah. Perbuatan ini termasuk dalam kategori maksiat yang mengharuskan pelakunya untuk bertaubat kepada Allah SWT.

  • Kewajiban Bertaubat

Individu yang dengan sengaja melakukan hubungan intim saat haid diwajibkan untuk bertaubat taubat nasuha. Taubat ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, menyesali perbuatan, dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa mendatang.

  • Potensi Kafarat (Denda)

Dalam beberapa pandangan mazhab, terdapat pendapat mengenai kewajiban membayar kafarat atau denda bagi pelaku hubungan intim saat haid, khususnya jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui keharamannya. Kafarat ini bisa berupa sedekah atau bentuk ibadah lainnya sebagai penebus dosa.

  • Dampak Kesehatan

Meskipun bukan konsekuensi langsung dari hukum agama, berhubungan intim saat haid juga dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan wanita. Kondisi rahim yang sedang tidak stabil saat haid lebih rentan terhadap infeksi dan iritasi.

Baca Juga :

  • Hilangnya Berkah dan Keharmonisan Rumah Tangga

Melanggar aturan agama, termasuk dalam hal ini, dapat menghilangkan keberkahan dalam rumah tangga dan mengurangi keharmonisan hubungan suami istri. Kepatuhan terhadap ajaran agama justru diyakini membawa keberkahan dan ketenangan dalam kehidupan berkeluarga.

PPDB

Konsekuensi-konsekuensi ini menunjukkan bahwa larangan berhubungan intim saat haid bukanlah sekadar aturan ritual, tetapi juga memiliki dimensi moral, spiritual, dan bahkan kesehatan yang perlu diperhatikan oleh setiap Muslim.

Hukum Suami Memaksa Istri Berhubungan Saat Haid

Dalam Islam, hukum berhubungan saat haid bagi suami istri adalah haram, dan ketentuan ini berlaku mutlak bagi kedua belah pihak. Namun, bagaimana Islam memandang situasi ketika suami memaksa istri untuk berhubungan intim saat haid?

Tindakan pemaksaan ini tidak hanya melanggar ketentuan agama, tetapi juga mengandung aspek kekerasan dalam rumah tangga yang sangat dilarang. Berikut beberapa poin terkait hukum suami memaksa istri berhubungan saat haid:

  • Pelanggaran Ganda

Suami yang memaksa istri berhubungan saat haid melakukan pelanggaran ganda. Pertama, ia melanggar larangan agama terkait hubungan intim saat haid yang telah jelas disebutkan dalam Al-Quran. Kedua, ia melakukan tindakan zalim dan kekerasan terhadap istri, yang juga merupakan dosa besar dalam Islam.

  • Dosa Besar

Memaksa istri berhubungan saat haid termasuk dalam kategori dosa besar. Perbuatan ini tidak hanya melanggar hak istri atas tubuhnya, tetapi juga merendahkan martabat istri sebagai manusia dan pasangan hidup.

  • Tidak Gugurnya Dosa

Jika istri dipaksa dan tidak ridha melakukan hubungan intim saat haid, dosa atas pelanggaran hukum tersebut tidak serta merta gugur dari istri. Dalam kondisi paksaan, istri tidak berdosa karena keterpaksaan, namun suami tetap menanggung dosa atas perbuatan haram tersebut.

  • Kewajiban Taubat Suami

Suami yang melakukan pemaksaan ini wajib bertaubat kepada Allah SWT atas dosa yang telah diperbuat. Taubat ini harus disertai dengan penyesalan yang mendalam, permohonan ampun kepada Allah, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.

  • Potensi Sanksi Sosial dan Hukum

Dalam konteks hukum Islam, tindakan suami memaksa istri berhubungan saat haid dapat memiliki implikasi sanksi sosial dan bahkan hukum. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pemaksaan hubungan intim, dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hukum Berhubungan Saat Selesai Haid Tapi Belum Mandi Wajib

Dalam Islam, hukum berhubungan saat haid telah jelas diatur, begitu pula mengenai kondisi setelah haid selesai namun sebelum mandi wajib. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kebolehan berhubungan intim pada kondisi ini.

Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa berhubungan intim setelah haid berhenti namun sebelum mandi wajib tidak diperbolehkan. Pendapat yang melarang ini didasarkan pada pemahaman bahwa wanita yang telah selesai haid namun belum mandi wajib masih dianggap berada dalam kondisi hadas besar.

Kondisi hadas besar ini menghalangi kebolehan melakukan ibadah-ibadah tertentu, termasuk hubungan intim. Larangan ini bersifat sementara, hingga wanita tersebut menyucikan diri dengan mandi wajib.

Namun, ada juga pendapat minoritas yang memperbolehkan hubungan intim setelah darah haid benar-benar berhenti meskipun belum mandi wajib. Pendapat ini berargumen bahwa larangan utama dalam Al-Quran adalah saat darah haid masih keluar.

Ketika darah haid sudah berhenti, maka kondisi ‘adza (kotoran) yang menjadi alasan larangan tersebut dianggap sudah hilang. Meskipun demikian, pendapat ini tetap menganjurkan untuk segera mandi wajib sebagai bentuk penyempurnaan kesucian.

Hukum Tidak Sengaja Berhubungan Saat Haid

Islam sebagai agama yang penuh rahmat memberikan keringanan dalam kondisi tidak disengaja atau ketidaktahuan. Perlu dipahami bahwa niat dan pengetahuan memiliki peran penting dalam menentukan hukum suatu perbuatan dalam Islam.

Berikut beberapa poin terkait hukum tidak sengaja berhubungan saat haid:

  • Tidak Ada Dosa

Menurut pandangan agama Islam, jika hubungan intim saat haid terjadi secara tidak sengaja, misalnya karena lupa atau ketidaktahuan bahwa istri sedang haid, maka tidak ada dosa bagi suami maupun istri.

  • Kekhilafan Dimaafkan

Dalam prinsip hukum Islam, kekhilafan atau kesalahan yang tidak disengaja dimaafkan. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyatakan bahwa umat Islam dimaafkan atas kesalahan, lupa, dan apa yang dipaksakan kepada mereka.

  • Tetap Wajib Menjauhi

Meskipun tidak ada dosa dalam kondisi tidak sengaja, prinsip dasar larangan berhubungan saat haid tetap berlaku. Umat Muslim tetap wajib menjauhi hubungan intim saat haid dalam kondisi normal dan berusaha untuk memahami serta mengamalkan ketentuan agama dengan benar.

  • Anjuran Bertaubat

Meskipun tidak berdosa, sebagai bentuk kehati-hatian dan kesempurnaan agama, pasangan suami istri yang tidak sengaja berhubungan saat haid dapat dianjurkan untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

  • Pembelajaran dan Kehati-hatian

Kejadian tidak sengaja ini hendaknya menjadi pelajaran bagi pasangan suami istri untuk lebih memahami hukum-hukum terkait haid dan senantiasa berhati-hati dalam menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan agama.

Hukum Berhubungan Saat Haid dengan Kondom

Dalam Islam berhubungan saat haid adalah haram, dan pertanyaan muncul mengenai apakah penggunaan kondom mengubah hukum ini. Pandangan agama secara tegas menyatakan bahwa penggunaan kondom tidak menghilangkan keharaman tersebut.

Esensi dari larangan ini bukan hanya terkait kontak langsung, tetapi lebih pada kondisi wanita yang sedang haid. Menggunakan kondom saat berhubungan intim ketika istri sedang haid tetap dianggap haram dalam hukum Islam.

Baca Juga :

Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa larangan dalam Al-Quran dan sunnah bersifat umum dan tidak memberikan pengecualian terkait penggunaan alat pelindung seperti kondom. Kondisi haid itu sendiri dianggap sebagai ‘adza (sesuatu yang tidak baik atau kotor) yang menjadi alasan pelarangan.

Para ulama bersepakat bahwa illat atau alasan diharamkannya berhubungan intim saat haid adalah kondisi haid itu sendiri, bukan semata-mata karena bersentuhan langsung dengan darah haid. Oleh karena itu, penghalang apapun, termasuk kondom, tidak dapat mengubah status hukum haram.

Dengan memahami hukum berhubungan saat haid dan konsekuensinya, kamu dan pasangan dapat membangun kehidupan rumah tangga yang selaras dengan ajaran Islam. Ketaatan pada aturan ini bukan sekadar kepatuhan, tetapi juga bentuk cinta dan penghormatan.

Semoga penjelasan di atas menambah pemahaman tentang pentingnya menjaga kesucian dan menjalankan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk hubungan intim suami istri. Keputusan untuk taat atau melanggar kembali kepada pribadi masing-masing.

Wujudkan Impianmu : Beasiswa 100% dari LKP Mandiri Entrepreneur Center!

Segera daftarkan dirimu dan ikuti jejak para pengusaha sukses yang telah kami latih. Bersama, kita akan membangun generasi penerus yang siap menghadapi tantangan dunia bisnis global.

Jangan tunda lagi! Jadilah bagian dari perubahan. Daftar sekarang di LKP Mandiri Entrepreneur Center dan mulailah perjalanan menuju kesuksesanmu. DAFTAR SEKARANG

Bagikan:

Tags

Keislaman

Related Post